Pernahkah kita berpikir, bahwa sampah bukan hanya dari sisa-sisa makanan, bungkusan, barang tak terpakai, atau kotoran rumah tangga? Saya pernah mencoba berdialog dengan salah satu labirin dalam otak. Jawaban yang saya terima, adalah bahwa sampah juga ada di dalam perut, yang harus rutin dibuang, agar terhindar dari rasa begah dan perut buncit yang merajalela.


Saya mentolerir manusia-manusia yang bermasalah dengan sistem pencernaan mereka. Saya pun sering begitu. Well, back to the topic...


Labirin dalam otak saya ternyata memberi jawaban susulan. Sampah juga ternyata ada di dalam HATI.

Observasi mengenai sampah hati, tidak akan saya lakukan terhadap manusia-manusia yang belum tentu akrab di mata dan telinga. Observasi ini saya lakukan terhadap, well, saya? Ok, terhadap saya, sebagai pribadi...
Dimulai dengan mengambil pisau, membedah dan mengeluarkan isinya. Hati ini ternyata berwarna belang. Hitam dan putih. Berselang-seling. Mengental bersama darah, membeku bersama daging, di dinding dan dasarnya.


Yaiks......
Betapa kotornya hati ini.
Saya memang pecinta warna hitam. Tapi tentu bukan hitam yang seperti ini.
Bukan perkara mudah untuk hitam itu menjelma menjadi putih. Tapi seandainya saat itu tiba, saat sampah hati siap untuk dibuang, buanglah ia jauh-jauh.
Dibakar sehingga debu.
Dihanyut sehingga buih ombak.
Mungkin yang terpenting adalah keluarkan sampah hati pada tempatnya. Sejauh mungkin dari hati.

Seperti saat kita menekan tombol push pada closet...


0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.